Pages

Sunday, April 17, 2022

Hobi Motret Makanan Membawa Berkah

Menjadi blogger membuat saya belajar banyak hal. Termasuk fotografi. Karena punya blog resep makanan, saya ingin foto resep dan makanan yang tampil di blog jadi enak dilihat. Minimal nggak blur gitu. Syukur-syukur kalau fotonya kelihatan menggugah selera.

Objek yang paling sering dipotret adalah makanan. Untuk blog resep makanan, saya memotret bahan makanan, proses pembuatan, sampai hasil jadinya. 

Sedangkan untuk blog lifestyle ini, saya memotret produk atau tempat yang akan direview. Keduanya harus kelihatan jelas karena untuk berpromosi lewat blog.

Saya ingin foto di blog kelihatan jelas. Nggak perlu bagus. Minimal informasi yang ingin disampaikan kelihatan dengan baik. Caranya adalah saya belajar motret melalui kelas online dan offline. 

Saya belajar motret dari berbagai kelas. Mulai dari yang bisa via Whatsapp doang, ketemuan belajar di dalam kota Bogor, sampai yang harus naik commuter line dan nyambung kendaraan ojol, saya jabanin demi menuntut ilmu.

Saya juga belajar berbagai macam tema fotografi. Tapi fokus diri pada foto makanan saja. Maklum, ngerasa paling bisanya cuma di situ hahaha. Eh sama ngerasa lebih banyak rejeki dari motret makanan dibandingkan review produk.

Motret produk susu anak untuk direview

Yap, dari hobi motret makanan saya mendapat berkah rejeki. Baik berupa produk maupun uang tunai. Selain dapat job review, kadang menang lomba dari challenge foto di Instagram, atau menang lomba blog. Pernah juga dapat job motret dari kenalan terdekat. 

Salah satu foto yang menang lomba di IG


Ada yang nawarin produknya untuk difoto? Alhamdulillah ada.

Biasanya, kalau ada yang minta difotoin produknya untuk direview atau minumal dipajang di Instagram, saya menerima bayaran uang tunai atau bahkan cuma dikasih produknya saja. Tergantung mood saya lagi ikhlas apa enggak cuma dibayar pakai produk (kalau harganya murah mah sering saya tolak, haha).

Sayangnya, banyak yang belum paham bahwa untuk memotret makanan itu ada persiapannya. Seperti pengalaman saya memotret telur ayam jualan Ibu A, tetangga gang belakang. 

Karena waktu saya lagi riweuh, saya minta barangnya dianter ke rumah hari ini misalnya, eh Ibu A nggak datang. Telur pun saya jemput dengan berjalan kaki (dibawa pakai sepeda takut pecah). Dia memberikan 6 butir telur tanpa banyak berkomentar.

Setelah difoto, telur saya kembalikan. Soalnya Ibu A nggak bilang telurnya buat saya atau gimana. Hmm pengalaman pertama antar jemput produk yang difoto. Biasanya produk saya terima sendiri di rumah. Sabar sabar...

Foto langsung diedit dan kirim pada malamnya. Sengaja saya sisakan ruang kosong untuk tulisan pada foto untuk dia tambahin sendiri kata-kata jualannya. Kirim cuma 6 foto aja, ini salah satunya...

Foto telur cuma 6 biji :D

Keesokan harinya, Ibu A bilang fotonya bagus, tapi ada yang kelupaan. Katanya dia lupa bilang minta ditambahin teks sekalian. WHATTT... duh, langsung ilfil. Saya bilang edit saja sendiri, banyak kok aplikasinya. Sudah begitu saya malas ngomong lagi sama dia.

Dua hari berikutnya, ketika kami bertemu lagi di tukang sayur. Ibu A bilang suaminya memuji foto saya. Dan katanya foto sebagus itu masa nggak dibayar? Dia pun menyuruh Ibu A memberi saya telur. Kemudian, Ibu A pun memberi saya telur sesuai perintah suaminya... tapi hanya 6 butir. 

Yaa bukan jumlahnya yang saya sesalkan. Tapi sikapnya yang tidak menghargai saya. Mulai saya sendiri yang antar jemput produk, lalu nyuruh editin pake teks. Berapa sih harga telur satu butir? Jujurly, sejak itu saya kapok mau bantu tetangga lagi.

Beralih dari kisah ngeselin, sekarang cerita yang hepi lagi...

Motret makanan juga jadi kesenangan tersendiri saat bepergian ke kafe atau tempat makan. Saat ada pertemuan dengan komunitas foto, langsung deh asik pepotoan selain haha hihi dengan kenalan baru. Seru bukan?

Motret di kafe instagramable

Ada lagi cerita karena saya rajin update status Whatsapp tentang apa yang dimasak. Habis update masakan kerang saus padang, ada temen sekolahan yang masih sau komplek, ngejapri. Sebut saja, Ibu B, yang kabita masakan saya lalu memesannya.

Kerang saus padang

Saya bilang, saya nggak jualan. Di depan komplek ada yang jualan kerang saus padang juga kalau mau sekarang. Lalu Ibu B menolak, katanya gapapa nunggu dan masakan saya pasti enak. Berhubung nggak tega nolak, jadilah keesokan harinya saya buatkan kerang saus padang. Lumayan rejeki, alhamdulillah.

Sebenarnya masih banyak cerita dari hobi motret makanan yang membawa berkah. Berhubung kayaknya terlalu panjang dalam 1 postingan, kapan-kapan saya tulis lagi kelanjutannya.

Sekarang, saya mau shalat tarawih dulu ya ^_^

3 comments:

  1. Bagus-bagus hasil gambarnya, memang buat blog kuliner perlu siapin kamera dan mempelajari teknik foto kayak gini. Estetik ala-ala instagram, apalah aku yang bermodal hp. Hehe, seru juga ya memotret makanan, mantep-mantep.

    ReplyDelete
  2. Seru pengalamannya, manfaat menginspirasi

    ReplyDelete
  3. Terkadang gitu ya, Chef. Menyepelekan aja kegiatan minta tolong motret makanan ini. Padahal terkadang ada juga yang mesti kita beli sbg properti. Misal kayak timun atau tomat buat di pinggiran piring aja kan modal juga, haha... Memang kalau gak dibayar, udah kesepakatan kita ya. Cuman kalo ngelunjak ya gedeg juga...

    ReplyDelete

Mohon meninggalkan berkomentar yang sopan.
Komentar dengan link hidup akan saya hapus.

Terima kasih ^_^