Pages

Thursday, September 12, 2019

Toxic Person in My Daily Life


Toxic People in my daily life

Sebelumnya, saya pernah membahas tentang toxic people, yaitu orang yang punya kepribadian tidak baik yang bisa menjadi racun untuk diri kita pribadi. Racun dalam artian negatif, tentu saja. Seperti halnya efek racun, toxic people bisa membuat diri kita menjadi 'sakit' jika terlalu banyak berinteraksi dengan mereka.

Cara paling mudah untuk terbebas dari toxic people adalah menghindarinya. Kenapa tidak dilawan? Yang waras ngalah lah! Tidak ada gunanya melawan toxic people. Yang ada kita malah makinan sakit dan tenggelam dalam kegilaan, haha! Percuma ngomong apa pun sama mereka, nggak bakalan didenger! So, sekali lagi: YANG WARAS NGALAH.

Enak kalau bisa menghindar. Kalau nggak bisa gimana? Seperti yang terjadi pada saya. Hidup bersama sejak jabang bayi hingga remaja, sudah cukup meracuni cara pandang saya dalam hidup. Kalau saya yang nggak keluar cari suasana baru, mungkin saya nggak bakalan nulis begini. Bisa jadi saya sudah di alam baka karena depresi berat.

Balik lagi soal menghindar. Ini tidak bisa saya lakukan. Kuat? Alhamdulillah bisa survive... setelah dua kali kepikiran mau bunuh diri saking bingung nggak tahu mau berbbuat apa lagi biar lepas selamanya dari sang racun ini.

Sempat terbebas dari racun yang juga mengancam ketenangna rumah tangga ini. Setiap hari adalah drama. Tapi, meski berjauhan, keluarga saya tidak sepenuhnya bisa bebas. Karena dari jauh pun harus suami saya yang menjamin biaya hidupnya. 

Saat berjauhan itu, saya merasa bahagia setelah merasa lelah. Rasanya setiap detik begitu indah dan sangat saya nikmati ketenangan itu. Saking tenangnya saya ampe nggak mau ngapa-ngapain. Amat sangat menikmati waktu yang sudah dinantikan sekian lama!

Saya pikir, ini adalah ending yang membahagiakan. Ternyata saya salah...

Bulan Mei adalah awal hidup baru saya bersama seseorang yang tidak saya harapkan untuk kembali hadir dalam hidup saya. Atas nama bakti, saya harus menerimanya kembali. Atas nama balas budi. Atas nama anjuran agama. Atas nama belas kasihan. Atas nama nggak ada orang lain lagi yang peduli. Atas nama perintah kakak. Atas nama nggak boleh berbuat dosa. Dan atas nama kebaikan-kebaikan yang lain.

Suami saya selalu bilang untuk menguatkan saya: ini cobaan buat kita.

Kenapa cobaan? Karena perilakunya yang beracun itu tidak akan pernah bisa sembuh sampai akhir jaman. Kasihan. Efek dari racun yang ditebarkannnya selama ini, orang-orang yang sakit hati terkena racunnya tidak mau membantu. 

Saya? Apakah tidak ada yang memperhitungkan saya? Tidak tahukah kamu seberapa parah racun yang saya terima selama ini? Saya memaafkan, tapi tidak bisa melupakan. Dihadapannya, saya harus berakting manis dan pasrah dengan efek bully yang sudah mendarah daging.

Kenapa saya? "Ya dia udah terbiasa marah-marah sama kamu," itu kata Kakak. Baiklah, saya memang ditakdirkan untuk jadi samsaknya, sasaran bully-an, dan sekarang harus mengurus dengan iklas sambil terus dibully juga. Saya waras? 

Apa yang terjadi jika toxic people itu harus dihadapi setiap hari? Harus setor muka berapa jam sekali. Kalau nggak, bakalan diamuk! Mau tahu seperti apa racun yang saya terima setiap hari? Ini dia...

  • Harus langsung datang begitu dipanggil
  • Nurutin apa yang dimau
  • Hasil masakan dihina, lalu dibuang
  • Dibeliin makanan dihina, lalu dibuang
  • Ditolongin selalu marah-marah
  • Curiga kita bakal nyelakain dia
  • Muka masam penuh kebencian tiap ketemu
  • Caci maki menjelekkan orang-orang di sekitarnya
  • Hanya mikirin diri sendiri
  • No empati, nggak peduli kondisi orang lain dan perasaannya

Itu mendingan sih... karena sekarang fisiknya melemah, energi buat ngamuk jadi berkurang. Kalau dulu mah masih kuat banting makanan, banting pintu, ngamuk, sampe mukulin juga sanggup.

Setiap ditemui juga ada aturan tersendiri biar nggak memicu emosinya, beberapa diantaranya adalah:

  • Dilarang membantah
  • Dilarang bilang: nggak, jangan, atau argumen yang kelihatannya mau mengelak
  • Dilarang sentuh apalagi nyenggol kakinya
  • Dilarang ngomongin orang lain, apalgi cerita kebaikannya atau muji orang itu di depan dia
  • Dilarang nyebutin nama makanan A itu enak, nanti repot disuruh nyari itu makanan

Kesan yang harus diingat untuk menghadapi this toxic person, dia punya anggapan seperti ini:

  • Saya orang paling menderita di muka bumi ini
  • Kamu harus perhatikan saya terus karena saya ini penting
  • Semua orang jahat sama saya, termasuk kamu
  • Nggak ada yang peduli sama saya 
  • Saya mau mati aja
  • dan lupa lagi

Intinya, dia cuma mikirin dirinya sendiri. Dia nggak lihat kalau orang-orang di sekitarnya itu 'babak belur' buat ngurusin dia dan segala drama yang dilakukannya. Dia nggak peduli berapa banyak biaya yang sudah dihabiskan untuk obat yang tidak diminum, masakan yang dihina lalu nggak dimakan, dan masakan beli jadi yang sering dibuang.

Orang-orang yang saya perbantukan untuk mengurus satu per satu tumbang karena tidak kuat mental. Saya bisa apa? Masa mau maksain orang buat kerja kalau dia malah jadi tertekan? Tanpa mereka yang membantu, saya yang riweuh batin jadi riweuh secara fisik juga karena kelelahan.

Ya Allah, kuatkan hambamu ini...