Thursday, July 30, 2015

Road To "Happiness Begins At 40"



"Aku hanya ingin bahagia, ya Allah..." pintaku saat masih berseragam putih merah. Dan Allah mengabulkan doaku menjelang hari ulang tahun yang kelima belas. Aku tinggal di ibukota bersama Embah (kini sudah almarhum), perempuan yang menyayangiku dengan tulus dan tanpa pamrih. Tiga tahun penuh kebahagiaan diantara shock culture yang kurasakan sebagai anak desa yang bersekolah di kota.

   Tahun berikutnya, kaki ini berpijak di kota lain. Asing. Hidup sendirian sebagai anak kost. Di kota inilah, aku berhasil menyembuhkan luka dan perlahan menemukan jati diri. Takdir mempertemukanku dengan jodoh pendamping hidup. Aku bahagia. Sesuai impian, sang pujaan akan membawaku pergi jauh. Merantau. Aku tidak peduli pergi ke mana. Pokoknya pergi. Jauh.

   Indahnya hidup berumah tangga di tanah rantau. Menikmati suasana eksotis sambil membesarkan buah hati yang hadir, menyemarakkan hidupku dan suami tercinta. Hingga suatu masa, kami ditempatkan di kampung halaman. Kami harus pulang. Lalu tinggal bersama dengan kenyataan hidup yang sebenarnya.

   Fase ini terasa berat. Aku dan anak kedua yang baru dilahirkan mencoba bertahan. Sambil berharap, semoga suami cepat dipindahtugaskan ke tanah rantau kembali. Aku tidak sanggup berlama-lama diam di rumah. Setiap pagi dan sore, kudorong kereta bayi berkeliling komplek tak tentu arah. 

  Beruntung, pada tahun kedua, kakak membeli rumah di dekat rumahku. Aku punya tempat pelarian. Setiap sore, aku melepas penat di rumah kosong itu. Bertiga dengan anak-anak. Istirahat. Menata batin untuk kembali tenang. Setelah itu, aku pun siap menghadapi kenyataan.

   Allah Maha Besar! Kami akhirnya kembali merantau! Luar biasa gembira hati ini. Di tempat baru, kehadiran anak ketiga membuat saya semakin bahagia. Tiga anak. Hidup tenang di rantau. Rasanya, saya tidak mau pulang.

   Hingga suatu waktu, sebuah kejadian mengharuskan kami pulang kampung dan berhenti merantau. Sedih. Tapi mungkin inilah takdir yang harus kami jalani. Kami kembali ke rumah yang sama. Dan kenyataan hidup kembali mewarnai hari-hari kami...

   Dua tahun pertama terasa berat. Tahun ketiga, luar biasa, alhamdulillah, cobaan kian keras menerpa. Di penghujung tahun 2013, suatu peristiwa besar terjadi. Aku menyebutnya sebagai musibah. Sejak musibah itu terjadi, jiwaku sepenuhnya berubah. Jiwaku sama seperti waktu masih SD: putus asa. Ingin pergi menjauh, tapi tidak bisa.

   Tahun 2014 boleh dibilang adalah tahun terpanjang dan terburuk yang pernah kujalani seumur hidup. Tiada hari tanpa drama. Mentalku terpuruk! Namun, aku masih ingat pada Tuhan. Suami dan kakak tidak putus memberi dukungan. Kulihat ketiga anakku. Aku tidak boleh menyerah! Jika aku menyerah, apa yang terjadi dengan anak-anak? Aku harus tetap hidup demi anak-anak!

   Jatuh bangun sepanjang tahun 2014 menjadi catatan perjalanan hidupku. Pelan-pelan, kubangun rasa percaya diri yang hancur oleh hujan drama. Cacian dan makian membuat hatiku penuh luka. Aku pasrah. Berkat kenyataan hidup, aku ada. Namun, kenyataan hidup menuntutku untuk membalas budi atas deritanya ketika aku hadir di dunia.

  Semua sudah kulakukan semaksimal mungkin. Kaki jadi kepala. Kepala jadi kaki. Semua untuk menuruti kenyataan hidup. Uang, tenaga, dan perasan sudah tidak terhitung lagi. Namun sayang, kenyataan hidup tidak memandang semua itu sebagai kebaikan. Setitik nila salah kata dari mulutku langsung menghancurkan jerih payah sebelangga yang sudah diberikan. Ikhlas, cuma itu satu-satunya jalan.

   Aku pernah menulis, betapa bahagianya diriku di usia 30 tahun pada postingan Happiness begins at 30. Kenyataanya, dipenghujung usia 30 tahun, aku tidak bahagia lagi. Nah sekarang, jelang 40 tahun, seharusnya aku sudah siap untuk berbahagia. Benar tidak? Jadi bagaimana? Sudah siap belum? Insya Allah, siap.

   Road to happiness begin at 40. Semoga ini adalah tahun terakhir keterpurukan. Dan semoga di usia empat puluh nanti, aku bisa sepenuhnya bahagia. "Ya Allah, aku hanya ingin bahagia," pintaku sekali lagi sebagai permohonan di hari ulang tahun yang ke tiga puluh sembilan. Selamat ulang tahun... untukku.

1 comment :

Mohon meninggalkan berkomentar yang sopan.
Komentar dengan link hidup akan saya hapus.

Terima kasih ^_^

Back to Top